Cara Belajar TOEFL

Rabu, 27 Juni 2012

Firefox 14 untuk Android, Lebih Cepat dari 'Browser' Bawaan

Mozilla menjanjikan performa Firefox 14 lebih cepat dibanding browser bawaan Android, serta melengkapi kekurangan yang sebelumnya tidak ada di versi lawas.

Tampilan Firefox untuk Android telah diperbarui, sehingga terlihat lebih tertata rapih. Firefox juga dapat menampilkan sejarah penjelajahan, bookmark, password dan data formulir ke smartphoneAndroid.

Uji kecepatan browser untuk Android yang dilakukan Mozilla

Dan yang terpenting, Firefox untuk Android telah mendukung Adobe Flash dan HTML 5, sehingga penggunanya bisa menonton video serta memainkan game dari browser Firefox.

Dengan kemampuan HTML5 di Firefox untuk Android, para pengembang aplikasi bisa membuat situs web atau aplikasi web yang berbasis HTML5, JavaScript, CSS, dan standar web terbuka lainnya.

Mozilla menyiapkan Application Programming Interface (API) web baru, guna memanjukan web sebagai sebuah platform. Sejumlah standar yang turut dibangun Mozilla adalah Camera API, Vibration API, Mobile Connection API, Battery Status API, Screen Orientation API, dan Geolocation API.

Firefox versi 14 untuk Android bisa diunduh gratis di toko aplikasi Google Play.

Screenshot Firefox 14 untuk Android

Minggu, 24 Juni 2012

Lelaki Membaca Al-Quran Dalam Keadaan Koma


Lelaki Membaca Al-Quran Dalam Keadaan Koma

Seorang pemuda yang bertugas sebagai Imam telah mengalami kemalangan lalu koma. Namun satu kejadian yang luar biasa telah berlaku apabila pemuda itu tiba-tiba membaca al-quran ketika sedang koma.
Remaja Jordan yang bertugas sebagai imam mengalami kecederaan dalam satu kemalangan, membaca Al-Quran Al-Karim dalam keadaan yang tidak sedarkan diri setelah keluar daripada bilik pembedahan. Subhanallah, apa jua kelakuan atau perkataan yang kita gerakkan semasa kita sedar diri, Allah SWT akan gerakkan secara automatik apabila kita dalam keadaan tidak sedar.
Inilah maksud kata-kata Imam Al-Ghazali yang mengatakan ” apa sahaja perbuatan kita di dunia adalah gambaran perbuatan kita di alam Akhirat nanti “. Betapa malunya kita dihadapan Allah SWT apabila kita berkelakuan tidak senonoh dihadapan Allah SWT di Akhirat nanti.
Semoga Allah SWT memberi semangat kepada kita semua untuk melakukan ibadat dan menjauhkan kita semua daripada melakukan kejahatan, agar kita berkelakuan dan berkata-kata dengan perkataan terbaik dihadapan Allah SWT nanti, Amin Ya Rabbal Alamin.

Kamis, 15 Maret 2012

Lembutkan Hati Kami Yaa Rabb…

Kami tahu kerasnya batu
Yang jika di sirami lembutnya air akan luruh
Bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun bahkan beratus-ratus tahun
Tapi hati kami bukanlah batu
Tapi mampu keras melebihi batu kali
Yang jika di sirami beribu nasihat
Tak kan luruh meski zaman terus berganti
Atau bumi hanya tinggal mimpi
Hanya dengan timbunan tanah merah hati keras kami membumi
Ampuni kami, Rabbi
Tolong lembutkan hati kami
Sebelum nurani kami mati
Sebelum jasad ini menggamit perut bumi
Rabbi, mudahkan mata kami menangis
Mengingat khilaf kami yang tak tertandingi
Bukan menangis mengingati duniawi
Rabbi, lembutkan hati kami merenungi mati
Lembutkan hati kami mendengar nasihat-Mu Rabbi
Sungguh, hanya Engkau Sang Penggenggam hati
Peluk hati kami dalam cinta-Mu

Sabtu, 10 Maret 2012

Janganlah Anda Merasa Orang Yang “Paling”

 

Sahabat sekalian, ada sebuah cerita. Seorang Professor berada dalam sebuah hutan belantara hanya berbekal pakaian di badan, kemudian di kejar serigala yang sangat ganas, lalu Professor yang cerdas itu berlari ke atas pohon dan berhasil menghindari gigitan serigala ganas itu untuk sementara waktu. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar sang Professor bisa turun dengan selamat dari pohon tersebut, sedangkan serigala ganas itu terus berada di bawah pohon menunggu sang Professor turun. Apa jawabannya? Ternyata professor yang cerdas itu tidak tahu jawabannya. Walaupun ia seorang Professor.
Hikmah dari cerita fiksi ini ialah, bahwa sesungguhnya di atas langit masih ada langit, maksudnya walaupun orang yang dikejar ialah orang yang memiliki title yang sangat bergengsi Professor tapi ada batas-batas dimana ia bodoh dalam suatu hal dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali meminta pertolongan kepada Allah.
Janganlah Anda merasa menjadi orang yang paling pintar, karena di luar sana banyak orang yang jauh lebih pintar dan mungkin Anda belum bisa bertemu dengan mereka, sehingga Anda merasa ialah orang yang paling pintar.
Janganlah merasa Anda menjadi orang yang paling kaya, karena di belahan bumi lain, banyak orang yang jauh lebih kaya daripada Anda, hanya Anda belum bertemu dengannya. Jangan hanya baru mempunyai mobil seharga 200 juta, Anda merasa memiliki dunia dan meremehkan orang lain.
Janganlah Anda merasa orang yang paling cantik atau tampan, karena di belahan bumi lain ada orang yang jauh lebih tampan dan lebih cantik dibandingkan Anda. Dan ingatlah kecantikan dan ketampanan itu tidak abadi. Jangan hanya karena memiliki wajah yang mulus dan putih Anda merasa orang yang paling sempurna di dunia dan merendahkan orang yang tidak lebih baik dari pada Anda.
Janganlah Anda merasa menjadi manusia yang paling menderita dengan masalah-masalah Anda, karena di luar sana ada orang yang jauh lebih menderita dan memiliki jutaan masalah dari pada Anda. Hanya saja Anda belum bertemu dengan mereka.
Janganlah Anda merasa menjadi orang yang paling miskin di dunia ini, karena di luar sana ada orang yang jauh lebih miskin daripada Anda. Jangan hanya karena uang Anda tidak bisa membeli kendaraan Anda menganggap orang yang paling miskin, padahal Anda masih bisa makan.
Janganlah Anda merasa menjadi orang yang paling shalih karena di belahan bumi Allah yang lain, ada orang yang jauh lebih shalih dibandingkan Anda, jangan hanya karena Anda shalat 5 waktu dan rajin bersedekah, Anda merasa orang yang paling baik dan bertaqwa di antara yang lain.
Inti dari pembahasan itu adalah yaitu jadilah orang yang selalu BERSYUKUR dan jadilah insan yang mempunyai sifat RENDAH HATI. Karena dengan bersyukur rezeki yang sedikit terasa banyak dan berkah, apalagi jika rezeki kita banyak dan di tambah dengan bersyukur. Maka Anda akan merasa jauh lebih bahagia. Dan dengan rendah hati maka Anda akan dihormati banyak orang dan di cintai banyak orang, tentunya Anda akan mempunyai banyak teman dan kemungkinan teman yang mendoakan Anda akan menjadi jauh lebih banyak ketika Anda telah tiada nanti. Lakukan yang terbaik, mencari ridha Allah dan lihat apa yang akan terjadi.

Jumat, 09 Maret 2012

10 Golongan yang Tidak Masuk Surga

Oleh: Mochamad Bugi



Ibnu Abas r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Ada sepuluh golongan dari umatku yang tidak akan masuk surga, kecuali bagi yang bertobat. Mereka itu adalah al-qalla’, al-jayyuf, al-qattat, ad-daibub, ad-dayyus, shahibul arthabah, shahibul qubah, al-’utul, az-zanim, dan al-’aq li walidaih.
Selanjutnya Rasulullah saw. ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah al-qalla’ itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mondar-mandir kepada penguasa untuk memberikan laporan batil dan palsu.”
Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah al-jayyuf itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka menggali kuburan untuk mencuri kain kafan dan sebagainya.”
Beliau ditanya lagi, “Siapakah al-qattat itu?” Beliau menjawab, “Orang yang suka mengadu domba.”
Belhau ditanya, “Siapakah ad-daibub itu?” Beliau menjawab, “Germo.”
Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah ad-dayyus itu?” Beliau menjawab, “Dayyus adalah laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya, anak perempuannya, dan saudara perempuannya.”
Rasulullah saw. ditanya lagi, “Siapakah shahibul arthabah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang besar.”
Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah shahibul qubah itu?” Beliau menjawab, “Penabuh gendang kecil.”
Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah al-’utul itu?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf atas dosa yang dilakukannya, dan tidak mau menerima alasan orang lain.”
Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah az-zanim itu?” Beliau menjawab, “Orang yang dilahirkan dari hasil perzinaan yang suka duduk-duduk di tepi jalan guna menggunjing orang lain. Adapun al-’aq, kalian sudah tahu semua maksudnya (yakni orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya).”
Mu’adz bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, bagaimana pandangan engkau tentang ayat ini: yauma yunfakhu fiish-shuuri fata’tuuna afwaajaa, yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-kelompok?” (An-Naba’: 18)
“Wahai Mu’adz, engkau bertanya tentang sesuatu yang besar,” jawab Rasulullah saw. Kedua mata beliau yang mulia pun mencucurkan air mata. Beliau melanjutkan sabdanya.
“Ada sepuluh golongan dari umatku yang akan dikumpulkan pada Hari Kiamat nanti dalam keadaan yang berbeda-beda. Allah memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan akan menampakkan bentuk rupa mereka (sesuai dengan amaliyahnya di dunia). Di antara mereka ada yang berwujud kera; ada yang berwujud babi; ada yang berjalan berjungkir-balik dengan muka terseret-seret; ada yang buta kedua matanya, ada yang tuli, bisu, lagi tidak tahu apa-apa; ada yang memamah lidahnya sendiri yang menjulur sampai ke dada dan mengalir nanah dari mulutnya sehingga jama’ah kaum muslimin merasa amat jijik terhadapnya; ada yang tangan dan kakinya dalam keadaan terpotong; ada yang disalib di atas batangan besi panas; ada yang aroma tubuhnya lebih busuk daripada bangkai; dan ada yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih.”
“Mereka yang berwajah kera adalah orang-orang yang ketika di dunia suka mengadu domba di antara manusia. Yang berwujud babi adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan barang haram dan bekerja dengan cara yang haram, seperti cukai dan uang suap.”
“Yang berjalan jungkir-balik adalah mereka yang ketika di dunia gemar memakan riba. Yang buta adalah orang-orang yang ketika di dunia suka berbuat zhalim dalam memutuskan hukum. Yang tuli dan bisu adalah orang-orang yang ketika di dunia suka ujub (menyombongkan diri) dengan amalnya.”
“Yang memamah lidahnya adalah ulama dan pemberi fatwa yang ucapannya bertolak-belakang dengan amal perbuatannya. Yang terpotong tangan dan kakinya adalah orang-orang yang ketika di dunia suka menyakiti tetangganya.”
“Yang disalib di batangan besi panas adalah orang yang suka mengadukan orang lain kepada penguasa dengan pengaduan batil dan palsu. Yang tubuhnya berbau busuk melebihi bangkai adalah orang yang suka bersenang-senang dengan menuruti semua syahwat dan kemauan mereka tanpa mau menunaikan hak Allah yang ada pada harta mereka.”
“Adapun orang yang berselimutkan kain yang dicelup aspal mendidih adalah orang yang suka takabur dan membanggakan diri.” (HR. Qurthubi)
Saudaraku, adakah kita di antara 10 daftar yang dipaparkan Rasulullah saw. di atas? Bertobatlah, agar selamat!

Kunci Perubahan

 Kunci Perubahan

Oleh: Muhtadi Kadi

Syekh Muhammad Ghazali, ulama dan pemikir Islam asal Mesir, mengatakan, “Sesungguhnya rasa aman, damai, dan sejahtera adalah kekuatan yang memberikan cahaya kepada akal untuk berpikir dengan tenang dan kontinu. Karena terkadang, pemikiran tersebut mampu mengubah perjalanan sejarah.”

Banyak orang yang berasumsi bahwa mereka akan sukses dalam hidup ini atau nasib hidupnya akan berubah lebih baik jika ia pindah dari tempat tinggalnya. Artinya, mereka mengikatkan kesuksesannya dengan perubahan tempat dan keadaan. Sungguh, asumsi tersebut adalah salah. Karena, sejatinya yang harus diubah adalah akal yang digelantungi pemikiran, bayangan kelam masa lalu, dan asumsi kekhawaritan masa depan. Selagi akal kita masih berpola pikir seperti itu, perubahan yang ada tidak memiliki pengaruh apa-apa.

“Kamu tidak akan pernah mampu menyelesaikan problematika yang ada selagi pola pikirmu tidak ada perubahan,” demikian petuah orang bijak. Dan, Allah SWT telah menegaskan kepada kita yang diabadikan di dalam Alquran bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau seseorang kecuali mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS ar-Ra’du [13]: 11).

Ini artinya, kunci perubahan hidup seseorang ke arah yang lebih baik terletak di dalam dirinya, bukan terletak pada tempat tinggal atau dalam lingkungan yang mengelilinginya. Karena manusia hanyalah produk pemikiran dan keyakinannya. Di samping itu, perilaku dan sikap seseorang bersumber dari akalnya.

Memang thdak dimungkiri bahwa perubahan lingkungan terkadang membawa sebuah kebaikan, tetapi hanya bersifat temporal atau kebetulan. Karena, perubahan ini hanya di permukaan tidak dari akarnya. Juga tak sedikit perubahan tempat hanya sebuah sikap pelarian dari berbagai rintangan serta tantangan dan menjauhi problematika yang ada.

Karena itu, kita mesti mengubah pola pikir dan keyakinan. Kita harus memakai baju keoptimisan dan kebulatan tekad serta husnudzan kepada Allah. Empaskan bayangan kelam masa lalu dan kekhawatiran pada masa depan dari jiwa. Kita harus mulai menghadapi arus kehidupan ini dengan hati yang besar dan akal yang jernih tanpa takut dengan kekalahan ataupun kegagalan. Bukankah di balik kegagalan ada pengalaman yang berharga, dan bukankah pengalaman itu guru yang paling baik?

Sungguh, orang yang tidak mampu mengubah pola pikirnya, maka dia tidak akan mampu mengubah sesuatu apa pun, kapan pun, dan di mana pun ia berada. Tongkat yang bengkok tak mungkin menghasilkan bayangan yang lurus. Hanya dari muara hati yang suci dan akal yang jernih yang melahirkan jiwa-jiwa jujur, tangguh, bertanggung jawab, dan siap melakukan pengorbanan apa pun demi kemaslahatan sesama.

Rabu, 07 Maret 2012

Allah, Kuatkan Aku…














 Rintik-rintik hujan dini hari itu, lambat laun mulai menetes semakin lama pun semakin kencang, hingga akhirnya deras hujan di dini hari itu, membasahi dedaunan, memberikan kesejukan kepada dunia, dingin rasanya. Rintik air hujan dini hari itu, di awal tahun ini, semakin membuat suasana senyap, karena sang insan pun semakin menghangatkan tubuh dengan selimut, dan mungkin hanya beberapa yang menengadahkan tangan di antara rintik gerimis hujan, sembari meneteskan airmata, berharap keajaiban dalam keberkahan doa saat hujan, meminta kemustajaban doa saat hujan. Dan dini hari itu, kembali diri ini merenung, lalu bermuhasabah, mengevaluasi sejauh ini, berjalan, berlari, kadang disertai belaian lembut, dan tak jarang pula menginjak kerikil yang tajam, bersama tarbiyah. Tarbiyah yang sudah selama ini mengikatkan hati dengan para perindu surga lainnya, tarbiyah yang selama ini telah membuat sang jiwa yang tulus merasa jatuh hati dengan dakwah dan enggan untuk pindah haluan, tarbiyah yang selama lebih dari empat tahun ini telah membelai lembut sang hati, sehingga hatinya yang semula keras bak batu, kini menjadi lembut, bahkan mengalahkan kain sutra dengan kualitas terbaik sekalipun.
Aku pun menjadi kembali teringat masa-masa awal bersama tarbiyah, entah, diri ini akan menjadi seperti apa ketika tidak bertemu dengan belaian tarbiyah. Entah hati ini mungkin akan semakin membatu tanpa tarbiyah, yang secara kontinyu, sabar, dan tsabat senantiasa membelai lembut sang hati, hingga akhirnya sang hati ini luluh lantah, tak kuasa menahan kesucian tarbiyah, ya, hati ini pun jatuh hati kepada tarbiyah. Teringat masa-masa itu ketika tarbiyah begitu mempesona jiwa, sehingga dengan pesonanya yang luar biasa, membuat jiwa ini takluk bertekuk lutut tanpa syarat, terbuai pesona yang sungguh mempesona. Di sini, di tarbiyah ini, masih saja teringat waktu itu, ketika dengan melingkar, kita seakan akan sedang memadu cinta dan kebersamaan, sedang me-reka cipta, sedang mewujud asa, tentang Islam, tentang indahnya peradaban, tentang mimpi-mimpi yang belum terwujud, dan ternyata, melingkar itu adalah kita, tarbiyah. Ah, indahnya…
Ah, tak terasa, diri ini sudah begitu lama mengenal tarbiyah, bahkan status dan jenjang dalam tarbiyah ini sudah sedemikian tinggi, tetapi masih ada saja rasanya, kegundahan-kegundahan yang kadang menghantui pikiran ini. Seperti pepatah lama mengatakan, “semakin tinggi pohon menjulang, maka serangga, burung-burung, dan  angin tak akan membiarkannya meninggi”, semakin tinggi jenjang ini, bukannya kemudahan yang didapat, tetapi halangan dan rintangan ini justru semakin kencang membadai bertubi-tubi menggoda kekuatan dan ketsiqahan kita untuk selalu bersama tarbiyah. Semakin lama diri ini bersama tarbiyah, bukan semakin kecil tanggungjawab yang diemban, tetapi justru semakin menggunung tanggungjawab itu, tentang amanah yang semakin banyak, tentang produktivitas amal kita, tentang produktivitas rekrutmen kita, tentang keshalihan akhlaq kita, tentang segalanya. Ah, beratnya…
Aku sebenarnya ingin mengungkapkan segalanya di dini hari itu, di awal tahun, namun ternyata setelah kulihat dan kucermati, mengeluhnya diri ini akan berbagai hal dalam tarbiyah, yang saat ini begitu memberatkanku untuk beramal, bukan berasal dari banyaknya amanah-amanah itu, tetapi ternyata berasal dari sini, dari hati ini. Ternyata hati ini sedang lemah, tidak kuat, tidak dekat dengan Allah. Sehingga Allah pun “enggan” untuk menguatkan hati kita. Iman ini sedang compang-camping, sehingga tak kuasa menahan derasnya godaan yang membadai bertubi-tubi silih berganti. Dan pada akhirnya, aku memahami, bahwa tarbiyah ini adalah akumulasi dari iman kita secara individu, bahwa tarbiyah dan iman itu berbanding lurus, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Kalau iman itu beres, maka ia akan membuat si empunya nyaman menikmati tarbiyah, nikmat bersama dakwah, tak ada keluhan, tak ada menghilang, tak ada resah dan galau karena banyak amanah dakwah yang diemban. Aku sekarang tahu, di sini, di dini hari ini, hanya ingin berucap dengan sepenuh hati, ya Allah, kuatkan aku….
Allah, ternyata jiwa ini lemah. Begitu lemah. Sangat lemah. Mudah goyah. Mudah terkotori. Mudah terbolak balik. Namun ternyata diri ini tersadar, betapa hati ini begitu merasakan akan kekotoran jiwa ini. Jiwa yang sedang sekarat, dimana sang syahwat keangkuhan, terlalu mendominasi segenap tubuh yang sudah rapuh ini. Ternyata jiwa yang lemah ini, masih bisa saja memperlihatkan keangkuhannya, seakan-akan dia kokoh, seakan-akan dia tegar, padahal rapuh, padahal mudah goyah.
Allah, ternyata kaki yang terlihat kuat menopang segenap anggota tubuh itu, ternyata pincang, ternyata tak lagi kuat. Tak lagi kuat membawa dosa-dosa yang begitu menumpuk. Begitu bertambah setiap waktu. Kaki itu, seakan menjerit, “wahai tubuh, aku tak lagi kuat membawa beratnya dosa-dosa ini”.
Allah, ternyata tubuh yang terlihat elok itu, hanyalah pembungkus. Pembungkus dari seonggok tulang. Seonggok daging yang membusuk. Busuk karena timbunan bangkai-bangkai dosa. Yang semakin lama, ternyata semakin bertambah. Tak berkurang.
Allah, ternyata mulut, dengan rangkain lidah dan bibir yang terlihat menawan, hanyalah ilusi. Yang jika dilihat dengan kacamata kejujuran, di sana akan terlihat sampah-sampah dusta, maksiat, yang senantiasa menumpuk setiap waktu. Tanpa henti. Dan mulut itu hanya pembungkusnya.
Allah, ternyata fisik ini begitu sangat lemah. Semakin tak berdaya. Mengikuti jiwa yang menggelora. Maka Allah, kuatkanlah hambaMu ini. Dan ampunkanlah hambaMu ini
Allah, ingin sekali aku berlari kencang. Mengejarmu, melihat keagunganMu. Menangis di hadapanMu. Berkeluh kesah. Mengadu. Tentang sulitnya perjalanan ini. Tentang begitu banyaknya rintangan. Tentang panjangnya jalan ini.
Tapi Allah, ternyata itu sulit terjadi. Airmata itu kini tak lagi keluar. Terhijab oleh syahwat keangkuhan yang mengotori jiwa ini. Kaki ini sangat berat melangkah, karena kaki ini ternyata masih terbungkus oleh gumpalan dosa-dosa.
Allah, semoga Engkau berkenan, mengampuni hambaMu yang hina-dina ini. Amin ya Rabb.
Allah, kuatkan aku…
Allah, tetapkan aku bersama tarbiyah ini…

Minggu, 04 Maret 2012

Ketika Sabar Harus tak Terbatas

Di usia yang telah melewati angka 20 atau bahkan lebih dari itu, tak sedikit yang mengalami goncangan-goncangan hati bagi para jomblo (baca: single). Usia yang terbilang rawan menurut saya, dimana pada masa itu gejala ingin di cintai dan di sayangi sangatlah besar. Belum lagi melihat keadaan sekitar yang sangat membuat hati miris karena masih sendiri. Ya, fenomena pacaran.
Bersyukur bagi mereka yang telah Allah pertemukan dengan pendamping hidupnya tanpa harus berjuang untuk melawan perasaan hati yang tak menentu menahan gejolak nafsu. Namun lain hal untuk mereka yang memang belum di takdirkan untuk segera menikah.
Tapi yakinlah, bahwasanya Allah akan memberikan sesuatu yang kita butuhkan namun bukan yang kita inginkan. Jika keyakinan telah terpatri, Insya ALLAH hati akan merasa nyaman dengan segala keputusanNYA. Sebagai orang yang telah meyakini janji Tuhannya, hendaknya setelah itu jangan merusak keyakinan tersebut dengan perilaku yang dapat merubah keputusan ALLAH. Ketika telah yakin, hendaknya tak usah berlebihan dalam mencari pasangan misalnya dengan mengikuti pergaulan zaman sekarang, misalnya pacaran. Jika itu terjadi, apa gunanya keyakinan yang telah terbentuk di awal namun ternodai dengan nafsu dan kesabaran yang terbatas.
Sederet janji ALLAH untuk mereka yang bersabar, balasannya adalah surga. Apalagi untuk menahan hawa nafsu, sebanding dengan pahala jihad. Karena jihad terbesar adalah menahan hawa nafsu. Ketika kesabaran menjadi terbatas dan hati telah yakin pada ketetapanNYA, maka menikah bisa menjadi solusinya. Meskipun secara kasat mata, kemampuan belum memadai namun janji ALLAH untuk memberikan kemudahan bagi seorang muslim yang melakukan kebaikan hendaknya tak perlu di ragukan. Namun jika telah maksimal berusaha dan belum menampakkan hasil, baiknya sabar harus tetap tak terbatas. ALLAH akan selalu mendengar doa hambaNYA. Bila bukan sekarang, mungkin belum saatnya, karena ALLAH Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambaNYA. Jika hati terkadang rapuh atau merasa putus asa. Ingatlah bahwa ALLAH tak pernah ingkar janji, mungkin ada yang salah dengan diri kita dan selayaknya kita selalu  berprasangka baik kepada ALLAH. Jangan pernah berhenti berusaha dan berdoa. Karena ALLAH akan selalu menggenggam doa dan mimpi para hambaNYA selama hambaNYA yakin dan mau berusaha mewujudkannya.
Ketika ALLAH belum mengabulkan doa hambaNYA untuk bersanding dengan pasangan hidupnya. Hendaknya sikap istiqamah terus dimaksimalkan. Tetap menahan hawa nafsu. Karena bisa jadi saat penantian itulah kita benar-benar di uji seberapa pantasnya kita mendapatkan seseorang yang cocok untuk kita. Bukankah ALLAH telah berjanji, bahwa pria yang baik adalah untuk wanita yang baik dan sebaliknya. Tidak mudah memang menahan cobaan di usia yang rentan  akan gejolak hati, namun jika kita bisa melewatinya dengan baik maka ALLAH akan memberikan balasan yang jauh lebih baik pula.
Karena pada dasarnya ALLAH teramat sayang dengan kita, tak membiarkan kita jatuh ke dalam jurang dosa. Walaupun kadangkala kita sendiri yang menceburkan diri dengan sengaja ke jurang tersebut. ALLAH akan menolong kita, jika kita ingin di tolong dan ALLAH akan menjaga kita, jika kita ingin di jaga. Jangan bermain dengan api jika tak ingin terbakar. Cukup ALLAH sebagai penghibur hati di saat hati kita sedang sedih.
Allahua’lam.

Kamis, 23 Februari 2012

Engkaulah Suami yang Aku Impikan

dakwatuna.com – Ketika engkau mencintaiku, engkau menghormatiku. Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak mendzalimiku. (Dr. Ramdhan Hafidz)
Aku masih ingat saat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku shalat Isya’ berjamaah. Setelah berdoa engkau kecup keningku lalu berkata: “Dinda, aku ingin engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat”. Mendengar ucapan itu, akupun menangis terharu. Malam itu engkau menjadi sosok seperti sayyidina Ali yang bersujud semalam suntuk karena bersyukur mendapatkan sosok istri seperti Siti Fatimah. Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan kita? Malam itu, aku tidak bisa mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan. Aku hanya bisa mengikutimu, bersujud di atas hamparan sajadah. Tanpa bisa aku bendung, air mata ini tiada hentinya mengalir karena mensyukuri anugerah Allah yang diberikan padaku dalam bentuk dirimu. Akupun berikrar, aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan berusaha menjadi istri sebagaimana yang engkau impikan.
Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku terbangun pada akhir sepertiga malam, ku lihat engkau sedang bersujud dengan penuh kekhusu’an. Aku kadang iri dengan keshalihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku berbaring di atas kasur yang empuk dengan sejuta mimpi. Kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum padamu agar kelak aku tetap menjadi istrimu di surga. Aku hanya merasakan kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan shalat malam. Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan melaksanakan shalat berjamaah bersamamu? Atau karena engkau tidak tega membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku? Aku yakin, dengan ketaatanmu pada agama, engkau akan membahagiakanku dunia-akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami harus menyayangi istri, membuatnya bahagia, melindungi dan membuatnya tersenyum. Dan sebaliknya, istri harus berbakti, melayani dan membuat suaminya terpesona padanya.
Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada bedanya bagiku. Aku hanya tertarik pada sosokmu yang bersahaja dan sederhana. Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya. Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang bisa menerima segala pemberian Tuhan dan akan menyayangiku apa adanya. Aku tidak peduli dengan rumah mungil dan sederhana yang engkau persembahkan untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari rumah yang mungil ini, aku melihat taman surgawi menjelma di sini. Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tekun belajar dan memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau bisa membimbingku untuk meraih surga ilahi. Sebagaimana agama kita telah mengisyaratkan bahwa, barang siapa berjalan dijalan ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan menuju ke surga.
Saat kulihat engkau begitu berbakti kepada kedua orang tuamu dan senang menjalin silaturahim, aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak-istrimu. Aku lihat engkau jarang sekali berbicara, tapi masya Allah kalau sedang bekerja, engkau menjadi sosok yang tekun dan ulet. Dan dari cara tutur katamu, aku mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah, sehingga yang tergambar dalam pikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi kebanggaanmu padaku. Aku lebih membutuhkanmu jauh melebihi kebutuhanmu padaku. Terima kasih suamiku, karena engkau telah membimbingku…

Senin, 13 Februari 2012

Dakwah Itu Cinta

Oleh Lolli Adriani
Dakwah itu cinta. Benarkah? Sungguh indah kalimat ini terdengar di telingaku. Cinta yang bagaimana? Apakah cinta seperti pecinta memuja idaman hati mereka?
Kucoba resapi maknanya. Mengingat-ingat memori, sudah pernahkah aku berdakwah selama ini? Wah, pastinya sudah, walaupun kadang dalam hal yang sangat kecil.
Tunggu, tunggu, sepertinya benakku mengingat sesuatu.
Aku ingat ketika makan di kafe pada siang hari dengan para sahabatku. Ketika azan zuhur terdengar dari mesjid di dekat situ, kebanyakan mereka tidak mendengarkan. Dan aku pun dengan lembut mengingatkan,”Sst..lagi azan tuh. Dengerin bentar yuk”
Juga, aku ingat ketika sahabatku mendapatkan masalah yang begitu berat, hingga air matanya tak henti mengalir. Dan berulang kali juga aku menepuk pundaknya, merengkuh bahunya dalam pelukan, sambil membisikkan kalimat “Istigfar, istigfar ya..Insya Allah, sesudah kesulitan ada kemudahan..”
Atau juga ketika aku duduk melingkar di sebuah halaqah, mendengarkan murabbiku yang bersemangat merangkai kata, menyampaikan ayat-ayat Allah dengan antusiasnya, hingga butiran keringatnya mengalir di pelipis.
Sahabat, pernahkah kau mengalaminya seperti yang kualami?
Ternyata benar, dakwah itu adalah cinta. Kecintaan kita akan islam, sehingga kita akan selalu berusaha menyampaikan ajaran agama yang indah ini.
Ternyata benar, dakwah itu adalah cinta,. Kecintaan akan kebaikan-kebaikan, hingga kita akan selalu menebar benih-benih kebaikan di muka bumi.
Dakwah itu cinta, dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Mari berdakwah, sahabat, walaupun cuma satu ayat.
Demi cinta kita akan Islam, demi menebarkan benih kebaikan di bumi Allah ini.

Persimpangan Jalan

Oleh Kinkin Mirajul Muttaqien
Peluit itu senantiasa tergantung di lehernya, tangannya yang cekatan ta henti-hentinya bekerja sambil peluit tertempel di bibirnya. Berkali-kali peluit itu ditiupnya, bahkan dalam hitungan detik entah berapa kali peluit itu ia bunyikan. Aktifitas itu ia lakukan tiap hari, tak kenallelah biar pun cuaca panas atau hujan ia begitu setia dengan peluit nya itu.
Itu tentunya bukan peluit yang biasa di pegang wasit dalam sebuah pertandingan, di mana wasit membunyikannya hanya saat memulai pertandingan, ketika terjadi pelanggaran dan tentunya ketika mengakhiri sebuah pertandingan. Hal itu sudah lazim di lakukan setiap wasit dalam pertandingan apapun. Yang menjadi unik sekali lagi peluit itu bukan milik seorang wasit atau pun hakim dalam sebuah pertandingan, akan tetapi peluti itu adalah milik ia yang sehari-harinya berada di persimpangan jalan.
Persimpangan di mana banyak kendaraan baik roda dua atau pun roda empat melintas memutari persimpangan jalan. Altifitasnya dalam mengatur laju kendaraan cukup membuat jalanan menjadi lancer, bahkan kehadirannya sangat menolong para pengendara baik mobil atau pun sepeda motor.
Kehadirannya meski tak diundang tapi cukup membantu untuk memperlancar aktifitas para pengemudi, terutama para sopir yang terkadang terjebak kemacetan dan sulit untuk keluar dari kemacetan itu, apalagi dalam situasi padat kendaraan. Bayangkan di pagi hari saat para pengemudi baik itu sopir pribadi ataupun sopir umum mengejar waktu untuk ke kantor ataupun mengejar setoran.
Ia bekerja begitu enjoy padahal yang ia dapatkan hanya sekedar uang recehan, bahkan tidak jarang jasanya tersebut tidak dibayar (Baca: tidak mendapat imbalan) dari para pengemudi. Tetapi ia begitu sigap dan sepertinya tidak peduli apakah ia mendapatkan uang recehan dari para pengemudi atau pun tidak, yang terlintas dalam benaknya bagaimana laju kendaraan menjadi lancar sehingga kemacetan pun bisa dihindarkan.
Padahal bayangkan jika seandainya Anda sedang mengemudikan kendaraan dan kebetulan di sebuah persimpangan Anda harus memutar, sementara kendaraan dari arah lain begitu padat. Ini sudah pasti menyebabkan kemacetan, karena terkadang para pengemudi satu sama lain tidak mau saling mengalah, akhirnya masing-masing merasa bahwa saya harus duluan dari yang lain. Hal ini lah yang menyebabkan jalanan menjadi macet.
Dengan kehadiran sosok di persimpangan jalan yang mengatur laju kendaraan maka hal itu bisa dihindari. Bahkan boleh jadi kehadirannya telah ikut serta dalam mengurangi resiko kecelakaan, karena di jalur seperti itu sering terjadi kecelakaan akibat padatnya arus kendaraan. Tapi sayangnya terkadang jasa mereka sering disepelekan, padahal saya melihat bahwa sesungguhnya mereka itu sosok-sosok manusia yang banyak jasa. Terlepas bagaimana keseharian mereka, kehadirannya sangat memberikan andil yang cukup besar bagi setiap pengendara.
Mungkin hasil yang mereka dapat tidak seberapa, tapi jasa mereka begitu besar. Bahkan lembaran rupiah yang mereka kumpulkan mungkin lebih bernilai barokah dibanding lembaran-lembaran rupiah yang dikumpulkan sebagian orang dari hasil yang kotor, bahkan tidak jarang dari hasil memakan hak orang lain yang sesungguhnya tidak berhak buat mereka.
Tapi itulah kenyataan di negeri kita, mereka yang bekerja keras peras keringat banting tulang untuk menghidupi diri dan keluargnya dengan jalan yang halal, terkadang disepelekan. Sebaliknya mereka yang bekerja hanya ongkang kaki di belakang meja, bahkan tak jarang memakan dan mengambil hak orang lain malah begitu disanjung.
Mungkin sudah saatnya kita banyak introspeksi diri dan istighfar menghadapi kenyataan ini, karena semua ini sudah menjadi rahasia umum. Sementara itu, kita pun harus terus berusaha untuk memperbaiki nasib diri dengan jalan yang baik dan benar. Sehingga sedikit rezeki yang kita dapatkan menjadi barokah dan bernilai di sisi-Nya. Bukannya menghalalkan segala cara sehingga Allah menjadi murka pada kita. Bukankah rezeki kita sudah di atur oleh Allah, dan kita hanya wajib berusaha sesuai kemampuan kita. Kita jangan khawatir dengan rezeki dari Allah, karena Allah tidak akan menyalahi janji-Nya.
Selama kita berusaha dan masih bisa bernafas, maka Allah akan menyediakan sebagian kekayaan-Nya bagi kita. Kita seharusnya malu pada burung yang tiap pagi terbang mencari makan untuk anaknya, sementara kita hanya mengandalkan nasib tanpa mau berusaha. Jadi apapun profesi kita yang penting halal, maka kita jangan merasa gengsi atau pun malu. Dan tentunya apapun profesi yang dijalani oleh orang lain, tentunya kita tidak mesti memandangnya sebagais esuatu yang negatif, seperti halnya profesi mereka yang berada di persimpangan jalan…
Wallahu’alam


Jangan Sedih

Jangan sedih jika kamu belum bisa mengunjungi tempat yang kamu impikan di seluruh dunia atau di Indonesia, karena bisa jadi karya mu bisa menembus dunia yang belum kamu singgahi.
Jangan sedih jika pakaianmu bukanlah model terbaru atau termahal, karena yang Allah lihat bukanlah model tapi bagaimana sempurnanya seorang hamba dalam menjaga auratnya dari orang-orang yang tak pantas menatapnya.
Jangan sedih ketika kamu belum bisa memakan makanan yang kata orang-orang enak dan mewah, bisa jadi makanan yang kamu nikmati saat ini lebih berkah dan bernilai. Serta bisa belajar bersyukur bahwa kamu masih bisa menemukan makanan hari ini di banding mereka-mereka yang kurang beruntung.
Jangan sedih jika barang-barang yang kamu miliki saat ini tidak ada merk, bisa jadi barang-barang yang kamu miliki jauh lebih bermanfaat dan di beli berdasarkan kebutuhan bukan keinginan semata.
Jangan sedih jika kamu sering menemui hal-hal buruk dalam hidupmu, jadikan saja itu semua sarana mendulang hikmah dan mendekatkan dirimu pada Sang Maha Pencipta serta sarana peningkatan derajat dirimu sebagai hamba.
Jangan sedih jika kini kamu tidak memiliki kawan-kawan yang banyak, karena kawan terbaik yang kamu bawa pada saat akhir nanti adalah amal terbaikmu. Dan dengan sedikitnya kawan yang kamu miliki bisa membuat kamu tidak bergantung kepada mereka tapi hanya kepada Allah.
Jangan sedih jika kamu merasa banyak sekali kekurangan yang kamu miliki, yakinlah dan coba korek perlahan potensi yang kamu miliki. Mulailah dengan meneliti apa kesukaanmu, bisa jadi hal tersebut adalah sesuatu yang tidak semua orang mampu lakukan dan tersenyumlah, karena kamu tahu apa kelebihannmu.
Jangan sedih jika kamu tidak bisa dengan mudah mendapatkan barang-barang yang kamu inginkan, itu berarti Allah telah memberikan rasa sayangnya kepadamu sehingga kamu akan lebih mensyukuri apa yang kamu dapatkan dengan susah payah. Dan kamu bukan merupakan hamba hawa nafsu.
Jangan sedih jika saat ini kamu masih sendiri belum menemukan jodohmu padahal kamu telah berusaha. Nikmati saja hobimu saat ini yang belum tentu bisa kamu nikmati ketika nanti menikah, nikmati saja untuk mendulang ilmu serta mendekatkan diri kepada Allah.
Jangan sedih jika kamu yang telah menikah belum juga di karuniai momongan meskipun telah lama menikah. Bisa jadi Allah sedang memberikan ujian peningkatan iman lewat proses kesabaran dan pembelajaran. Bila nanti kamu telah di beri amanah oleh Allah, maka akan jauh lebih siap dan baik untuk mendidiknya.
Jangan sedih jika saat ini kamu merasa bukan siapa-siapa, tidak apa-apa. Jika yang kamu maksud adalah bukan siapa-siapa di dunia ini. Tapi jadilah siapa-siapa yang kelak makhluk langit akan membanggakanmu di akhirat kelak.
Jangan sedih jika kamu merasa di abaikan makhluk bumi dan merasa terasing. Karena sebaik-baik pendengar adalah Allah. Dan akhirat hanya untuk orang yang asing. Asing dengan dunia. Karena dunia adalah persinggahan sementara sedang kampung keabadian adalah akhirat.
Jangan sedih, Jangan sedih, Jangan sedih... Karena Allah bersama kita.. Karena kita adalah pemenang !!

Sabtu, 04 Februari 2012

Mencintai adalah Keputusan


“Sebab cinta adalah kata lain dari memberi … sebab memberi adalah pekerjaan… sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat… sebab pekerjaan itu harus ditunaikan dalam waktu lama… sebab pekerjaan dalam waktu lama hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian yang kuat dan tangguh… maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat mengatakan, “Aku mencintaimu.” Kepada siapa pun!”


Sebuah rangkaian kata dari Anis Matta ini sungguh sangat menyentak dan seakan ada sesuatu yang sedang berperang di dalam Hati ini.


Memang benar bahwa ‘Mencintai itu sebuah Keputusan’. Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian di situ, “Aku mencintaimu,” adalah ungkapan lain dari, “Aku akan memberimu sesuatu“ dan ini juga ungkapan lain dari “Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia… aku akan memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin… aku akan selalu ada untukmu… aku akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu… aku akan selalu membuatmu tersenyum indah… aku akan … aku akan… aku akan… dan aku akan…“ Jiwa dan raga ini sepenuhnya akan melakukan yang terbaik untuk dirimu dan kelak akan berjuang demi mendapatkan cinta dari Yang Memberi cinta kepada kita.


Keputusan untuk mencintai seseorang, taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan “Aku mencintaimu!” kamu harus membuktikan ucapanmu itu. Itu adalah sebuah ungkapan jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kemampuan kesiapan untuk memberi dan kesiapan untuk berkorban dan kesiapan untuk melakukan pekerjaan cinta: Memperhatikan, Merawat dan Melindungi.


Segala sesuatu tentang cinta pasti akan berujung pada pengorbanan apa yang akan kita berikan kepadanya. Namun terkadang ketika kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya. Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain tidak mencintai kita.


Mencintai adalah anugerah yang sungguh luar biasa. Kita tidak dapat hidup tanpa cinta. Matahari memberi sinar ke Bumi, itu adalah bukti nyata tentang cinta yang abadi. Jika Bumi kedinginan maka Matahari akan selalu memberi kehangatan di seluruh bagian-bagian Bumi, jika Bumi kekurangan air maka Matahari akan memberikan cahaya yang lebih untuknya supaya sekumpulan tetesan air–air dapat turun dari langit. Sebab itu adalah keputusan Matahari untuk mencintai Bumi, maka dia akan selalu melakukan pekerjaan–pekerjaan cinta dengan sepenuh hati.


Aura kehidupan yang dihiasi cinta akan seindah Bunga Lili yang menggambarkan tentang lambang Cinta Sejati. Cinta Sejati hanya dimiliki oleh orang yang memiliki kepribadian yang kuat dan tangguh. Hanya Allah saja yang tahu apa kita memang pantas memiliki cinta sejati itu. Cinta sejati itu hanya pantas kita tujukan kepada Allah. Dan tak ada seorang makhluk apapun yang dapat menggantikan-Nya untuk mendapatkan cinta sejati kita.


Memang benar. Semua yang berkaitan tentang cinta adalah rahasia… tapi tak ada keraguan dari kata “Cinta”, bahkan Adam AS tak pernah ragu meminta kepada Allah untuk menciptakan Hawa untuk menemani hidupnya. Itulah cinta. Cinta adalah hal yang pasti, walau susah untuk didefinisikan. Tapi setiap orang di dunia ini pasti memiliki cinta. Sebab itu adalah fitrah.

Rabu, 01 Februari 2012

Jomblo Keren (Edisi Wanita)

Oleh Kiptiah
Kesendirian adalah saat-saat berharga di mana kita benar-benar mengasah ibadah, kemampuan, kepribadian dan pencarian ilmu yang sebaik-baiknya. Sebagai bekal tatkala kita melepas masa kesendirian.
Kesendirian mengajarkan kepada kita, betapa sulitnya medan kehidupan tanpa adanya pendamping. Kita punya keluarga dan kawan-kawan, tapi tidak selalu keluarga dan kawan bisa menemani kegiatan atau keperluan kita. Mendengar hal paling rahasia yang kita simpan. Tapi kesulitan, bukan menjadikan kita lemah dan mencari pegangan yang akan membantu kita guna menjalani kehidupan. Pegangan atau di sebut seseorang yang siap sedia untuk mengantar dan menolong kita namun belum ada ikrar yang menghalalkan hubungan tersebut. Itu hanya akan menjadikan kita makin bertambah lemah.
Kesendirian mengajarkan ketangguhan sebagai wanita, tatkala berbagai rasa menerpa. Kesedihan, kegelisahan, kerinduan, kebencian. Kita bingung menumpahkan segala rasa itu kepada siapa. Tapi jika kita berusaha untuk mendekati Allah secara perlahan, kita bisa mengandalkan Allah untuk itu. Serahkan segala keluh kesah, kelemahan dan rasa sayang kepada Allah. Allah menjadikan kita kuat. Mengandalkan Allah menjadikan kita bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Kita berpegang pada Yang Maha Kuat, yang semesta alam adalah ciptaanNya. Secara fisik, kita terlihat seorang diri. Berpanas-panasan berganti angkot kesana kemari karena berbagai agenda kegiatan. Berseliweran di antara para pasangan yang telah menikah. Keinginan untuk di perhatikan dan selalu di sayang, adalah lumrah bagi seorang wanita. Anggap saja semua adalah warna kehidupan kita, warna ujian yang semoga bisa menguatkan iman kita.
Sejatinya kesendirian adalah mengasah diri untuk bermentalkan kemandirian. Wujud kita mungkin sebagai kepompong, yang terlihat buruk dan tidak enak karena harus berada dalam ruang sempit. Bukan tanpa alasan Allah menciptakan itu semua. Hanya ingin menjadikan kita layaknya seekor kupu-kupu yang indah dan mampu terbang di alam bebas. Jika kulit kepompong di robek sengaja, bukan malah menolongnya dari himpitan tapi sebenarnya ada kelemahan yang menunggunya tatkala ia berwujud kupu-kupu. Sama dengan kita sebagai wanita, jika kita merasa tidak tahan dengan kesendirian kemudian kita berusaha mengakhiri kesendirian dengan jalan yang buruk (baca : pacaran), sebenarnya akan melemahkan diri kita sendiri. Kita akan terbiasa terlayani dengan baik, jika tidak di bantu kita akan merasa tidak di sayang. Perlahan hal tersebut bisa menjadi kebiasaan buruk.
Akan ada masanya ketika romantika kesendirian menjadi suatu hikmah yang sangat bermakna, suatu cerita yang akan kita rindukan tatkala pasangan telah hadir di samping kita.
Kesabaran kita, keteguhan kita tidak akan berakhir sia-sia. Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk hambaNya. InsyaAllah.
Allahua'lam

Jomblo Keren (Edisi Pria)

Oleh Kiptiah
Setelah beberapa waktu saya menulis tentang jomblo keren (edisi wanita), maka kali ini saya mengupas keuntungan atau beberapa hal mengenai pria yang tangguh dalam masa penantiannya menjemput si tulang rusuk.
Subhanallah, melihat ada pria-pria yang konsisten menjaga harga dirinya untuk tetap menjomblo hingga ia menikah. Jomblo bukan karena tidak laku atau terlalu pilih-pilih, mungkin ada beberapa hal yang belum bisa mewujudkan niatnya untuk mempersunting seorang wanita. Karena menjaga kesucian bukan hanya di wajibkan bagi seorang wanita tapi juga untuk pria.
Sebenarnya bagi pria yang jomblo, banyak sekali keuntungan yang didapat. Misalnya, ketika berpacaran ia harus banyak berkorban untuk wanita yang belum tentu menjadi istrinya kelak maka jika ia memilih jomblo hal tersebut bisa di hindarkan. Sangat lumrah jika berpacaran, pihak yang banyak berkorban secara materi adalah pria, harus antar jemput kesana kemari layaknya tukang ojek, menyia-nyiakan waktu dengan sang pacar dengan dalih untuk perkenalan pribadi padahal tak lain sedang menumpuk timbunan dosa. Sebuah kesia-siaan.

QS. Al Mu'minun, 1-3 :
"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) yang khusyu' dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna."

Bukan hanya itu, waktu yang di habiskan dengan sang pacar kadang lebih banyak di banding dengan orangtua, padahal pria walaupun telah menikah tetap bertanggung jawab terhadap orangtuanya. Beda dengan wanita, yang kepatuhan kepada orangtuanya terputus tatkala menikah. Maka saat jomblo bisa di gunakan untuk lebih mencurahkan kasih sayang kepada orangtua.
Karena seorang pria akan menjadi imam terhadap keluarga barunya kelak, maka saat jomblo bisa di manfaatkan untuk memperdalam ilmu agama guna persiapan menuju pernikahan kelak. Bukan menghabiskan waktu sia-sia dengan berpacaran. Juga, saat jomblo bisa di gunakan untuk persiapan materi untuk menghidupi keluarga barunya. Bukan malah menghambur-hamburkan uang untuk wanita yang belum tentu menjadi jodohnya.
Jangan merasa tidak pede ketika memilih jomblo sebelum menikah. Toh, kita sekarang berada pada jalur yang tepat. Justru mereka yang masih pacaran seharusnya malu, melanggar perintah Allah kok pede-pede saja.
Kita sebenarnya jauh lebih cerdas di banding mereka yang berpacaran. Kita bisa memanfaatkan waktu luang untuk menekuni hobi kita, melakukan hal-hal yang belum tentu bisa di lakukan ketika sudah menikah. Bukan tenggelam dalam problematika orang pacaran yang tidak jelas juntrungannya. Belum menikah saja sudah heboh dengan masalahnya, gimana jika sudah menikah.
Pacaran tidak menjamin kedua belah pihak saling mengenal pribadi masing-masing. Hanya kepalsuan yang terlihat, saling ingin terlihat baik.
Seorang pria sejati tidak akan menembak wanita untuk menjadi pacarnya. Kenapa ? karena hal itu menandakan seorang pria belum siap menerima tanggung jawab, hanya sekedar main-main saja. Jika memang dia pria sejati, dia akan langsung melamar wanita pilihannya untuk di jadikannya sebagai istri.
Serahkan saja kepada Allah masalah jodoh, biar Allah yang menunjukkan bagaimana ikhtiar yang harus kita lakukan. Karena petunjuk Allah adalah sebaik-baik jalan, maka ikutilah jalan itu. Meskipun terlihat asing dan menimbulkan kontroversi, abaikan saja. Kita benar di hadapan Allah. Selanjutnya pasrahkan jodoh yang terbaik untuk kita kepada Allah.
Tak perlu takut tidak kebagian jodoh, karena tiap kita di ciptakan berpasang-pasangan. Berprasangka baik saja kepada Allah untuk di berikan pendamping yang shalihah. Karena yang baik pasti akan mendapatkan yang baik. Itu janji Allah.
Allahua'lam

Minggu, 15 Januari 2012

Saatnya untuk Menikah

Saatnya untuk menikah, kata-kata itulah yang kali ini terngiang-ngiang selalu di pikirannya, memenuhi relung hatinya, dan merasuki berbagai macam kegiatan yang ia lakukan.
Menikah, sebuah fitrah yang memang Allah ciptakan untuk menjadikan ketenangan bagi manusia. Ialah yang merupakan sebuah labuhan hati untuk jiwa-jiwa yang rindu akan kesucian cinta dan hakikinya hubungan manusia dengan Tuhannya. Menikah bukan hanya sekedar pemenuhan hawa nafsu atau keinginan untuk bersama antara dua insan saja, tapi lebih kepada sebuah jalan bagi para pembangun peradaban. Pernikahanlah yang menjadi sebuah titik tolak awal kebangkitan umat. Pernikahan yang baik dan suci serta pendidikan keluarga yang tarbawi-lah yang menjadi momentum yang akan membawa energi perubahan di masa mendatang.
Menikah bukanlah hal yang sederhana namun pula tak pantas untuk membuatnya menjadi kompleks yang akhirnya menghilangkan makna keindahannya. Menikah akan mempertemukan dua manusia yang memiliki karakteristik jiwa yang berbeda satu sama lainnya namun memiliki ketertarikan yang tak mampu dijelaskan dengan kata-kata biasa, sekalipun oleh para pujangga. Ia seolah seperti sebuah energi yang tersimpan kuat di dalam dada setiap manusia, terkadang tenang, terkadang bergolak, dan akhirnya ingin bertemu pada muara yang sama.
Sebuah jiwa yang telah resah di hari-harinya seolah seluruh dunianya telah berubah karena ia seperti kehilangan separuh hatinya. Sebenarnya bukan kehilangan tepatnya, namun ia hanya belum menemukan. Puisi-puisi, syair-syair, bahkan nasihat dari para bijak bestari pun tak lagi memiliki arti bagi para jiwa yang sudah tak kuasa ‘tuk segera menggenapkan diri.
“Lalu, apa? Apa yang sebaiknya aku lakukan?”
Rasulullah saw pernah bersabda, “Tak ada yang bisa dilihat lebih indah dari orang-orang yang SALING MENCINTAI seperti halnya PERNIKAHAN” (HR. Al Hakim).
Cinta antara dua manusia, antara dua jiwa yang berbeda namun entah mengapa tiba-tiba mereka memiliki frekuensi yang sama, harus bermuara dalam pernikahan. Tidak bisa tidak, tak ada lagi tawaran lain selain pernikahan. Hubungan-hubungan palsu duniawi yang lemah tidak akan pernah mampu menggantikan ajeg dan kokohnya tali cinta dalam pernikahan.
Sekali lagi, mari ingatlah, pernikahan bukanlah hal yang mudah namun tidak pantas pula untuk mempersulitnya. Banyak yang ragu dan enggan untuk memulai. Bisa disebabkan karena kondisi keuangan, kondisi pribadi, hingga kondisi keluarga. Seorang pemuda yang telah jatuh hati pada wanita idamannya hanya akan memiliki dua pilihan, meminang wanita itu hingga akhirnya menikah, atau izinkan laki-laki shalih
lainnya untuk meminangnya. Dia tak bisa memberikan janji-janji pemenuh kebutaan syahwat yang pada akhirnya hanya akan menyakiti kedua belah pihak, entah akhirnya mereka benar-benar menikah atau tidak.
Setelah meminang, hanya akan keluar dua kalimat indah yang telah diajarkan oleh manusia paling mulia, Rasulullah saw. Katakan, “Alhamdulillah” jika engkau diterima, dan gelorakan, “Allahu Akbar” jika pinanganmu ditolaknya, sederhana. Sederhana pada pelaksanaannya namun hati, hati adalah rongga yang begitu dalam dan memiliki detak dan debar yang tidak sederhana. Maka di sinilah diuji keimanan manusia, apakah ia ridha dengan keputusan Tuhannya, Tuhan yang telah membuat ia dari saat sebelumnya ia bukan apa-apa, Tuhan yang telah memberikan nikmat yang sama sekali tidak mampu terhitung jumlahnya, dan tentu saja Tuhan yang telah menyematkan cinta yang begitu indah di dalam hatinya, atau ia merasa kecewa, tidak ikhlas, hingga akhirnya gerutu dan umpatan keluar dari lidah dan lisannya.
Sungguh kawan, cinta dua insan tidaklah mampu disembunyikan. Layaknya Abdullah bin Abu Bakar dan istrinya Atikah. Kenikmatan dan indahnya cinta yang akhirnya mereka rasakan dalam pernikahan membuat Abdullah lalai akan mengingat Tuhannya, bahkan hingga syuruq pun belum terlihat batang hidungnya di antara para jamaah shalat subuh. Maka, Abu Bakar, ayahnya, meminta untuk menceraikan istrinya. Perasaan apa yang ada di hatinya? Wanita yang begitu ia cintai, yang akhirnya ia dapatkan dengan cara halal dan suci harus ia lepaskan begitu saja! Siapa?! Siapa?! Siapa yang tidak akan menangis begitu dalam ketika harus menerima kenyataan ini. Siapa yang tidak akan menggubah syair yang memilukan jika harus menghadapi ini? Tetapi, perintah orang tua-lah yang ia utamakan, karena ia tahu ridha Allah berada pada ridha orang tua dan murka Allah berada pada murka orang tua.
Hari-hari kedua insan itu hanya dilalui seolah dua orang pesakitan yang tidak lagi memiliki harapan hidup, karena sebagian jiwa mereka hilang dan tidak mampu tergantikan kecuali kembali digenapkan. Akhirnya, Allah mengizinkan untuk mereka berkumpul kembali dalam siraman ridha Illahi.
Kawan, pernikahan membutuhkan persiapan. Ada dua hal mendasar yang memiliki batas yang hampir-hampir saling bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu antara menyegerakan dan tergesa-gesa. Rasulullah saw bersabda, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba`ah, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan farji…“(HR. Bukhari dan Muslim).
Apakah itu ba’ah wahai saudaraku? Ibnu Qayyim al-Jauziy berkata bahwa ba’ah adalah kemampuan biologis untuk berjima’. Namun, beberapa ulama ada yang menambahkan bahwa ba’ah adalah mahar (mas kawin), nafkah, juga penyediaan tempat tinggal. Kita tak mampu menutup mata dari berbagai kebutuhan yang harus terpenuhi ketika dua insan telah menyatu di dalam pernikahan.
Ada beberapa hal penting yang harus dipersiapkan menuju pernikahan. Sebuah bekal yang akan mempermudah dua insan untuk berjalan di jalur yang sama dalam pernikahan.
1. Persiapan ruhiyah
Saat pernikahan hanyalah memiliki satu niat, untuk semakin mendekatkan diri pada Tuhannya, sehingga Allah akan berkenan untuk meridhainya. Niat paling murni dan penuh keikhlasan dari seorang hamba. Dengan niat yang lurus ini seseorang akan yakin dan percaya bahwa Allah hanya akan memberikan yang terbaik untuknya, yang terbaik, yang terbaik, sekali lagi, yang terbaik. Tidak ada pilihan lainnya. Tentu saja hal ini tidak akan datang begitu saja, melainkan melalui proses perbaikan diri, perbaikan kualitas ibadah, dan pemurnian hati.
2. Persiapan ilmu
Saat dua paradigma berpikir disatukan, maka ia akan menemui benturan dan adu argumen antara keduanya. Persiapan ilmu dibutuhkan untuk mempersiapkan dan menyelaraskan perbedaan pandangan yang akan ditemukan ketika dua insan telah berada pada bahtera yang sama. Tanpa persiapan ilmu yang cukup, yang ada hanya pertengkaran dan tidak adanya pengertian antara yang satu dengan yang lainnya.
3. Persiapan fisik
Adalah cinta membutuhkan energi untuk hidup dan tetap menyala, maka seperti itulah yang dibutuhkan dalam kehidupan rumah tangga. Adalah bodoh ketika seorang suami hanya memberikan cinta tanpa menafkahi istri dan anak-anaknya. Cinta bukanlah khayalan dan fatamorgana, namun cinta adalah kenyataan yang dihadapi di depan mata. Fisik keduanya harus kuat, baik untuk membangun cinta juga untuk membangun keluarga. Hingga akhirnya cinta akan tetap hidup dalam bahtera keduanya.
4. Mengenal calon pasangan
Kenali ia dengan bertanya kepada keluarga atau orang yang shalih dan dapat dipercaya. Berjalan dengan mata tertutup adalah kebodohan yang nyata yang akan membawa mudharat baginya. Maka, lihat dan kenalilah calon pasanganmu dan berdoalah agar Allah memberikan yang terbaik untukmu. Satu hal yang perlu diingat kawan! Mengenal pasangan bukanlah dengan engkau berjalan berdua dengannya memadu cinta kasih yang sama sekali Allah haramkan hubungannya. Sama sekali tidak! Dengan itu kau hanya belajar menjadi kekasih yang baik, bukan istri/suami yang baik. Percayalah, pernikahan tak sama dengan hubungan semu yang sedang kau jalin bersamanya. Saat kau menikah tetap akan ada hal-hal baru yang sama sekali tidak kau ketahui dan itu jauh berbeda. Jika hasilnya sama, mengapa memilih jalan yang penuh duri dan sama sekali tidak mengandung ridha-Nya?
5. Lurusnya niat
Meskipun telah disinggung pada poin pertama, namun lurusnya niat bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Ia harus terhindar dari riya’ dan sum’ah, dari dengki dan iri, dan dari berbagai sifat yang merusak hati serta merusak hubungan dengan Tuhannya. Karena segala sesuatu berawal dan berakhir dari niatnya.
Cinta bukanlah satu hal pasif yang tidak membutuhkan energi dan pengorbanan untuk meraihnya namun ia adalah energi yang membutuhkan kerja keras dan berbagai pengorbanan, membutuhkan keikhlasan dan jernihnya hati, dan membutuhkan penyerahan diri pada pemilik cinta yang hakiki.
Biarlah cintamu tumbuh berkembang, akarnya menghujam bumi, daunnya berdesir mengikuti alunan angin, dan buahnya manis, serta bunganya indah merona, karena kau serahkan segalanya kepada Allah, Tuhan yang menciptakan cinta itu sendiri.

Jumat, 13 Januari 2012

Kekayaan Hakiki

 
                                                   Oleh: Prof Dr KH Achmad Satori Ismail

Khubeib bin Adi RA berkata, “Kami sedang berada di suatu majelis, tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan di kepalanya terdapat bekas air.” Sebagian dari kami berkata, “Kami melihat engkau berjiwa tenang.” Beliau mejawab, “Ya, Alhamdulillah.” Kemudian orang-orang berdiskusi panjang lebar tentang hakikat kekayaan. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Tidak mengapa kekayaan itu bagi orang bertakwa dan kesehatan bagi orang bertakwa lebih baik dari kekayaan, sedangkan kenyamanan dan kekayaan jiwa termasuk dalam kenikmatan.” (HR Ibnu Majah).

Kekayaan hakiki tidak terletak pada banyaknya harta, deposito, saham, dan properti. Tidak sedikit pemilik harta yang gelisah dan sengsara. Dia berusaha siang malam menumpuk harta, namun kikir bersedekah karena takut miskin. Dia tidak ridha dengan rezeki yang dibagi oleh Allah sehingga miskin hati. Kemiskinan hati inilah yang mendorong manusia mati-matian menumpuk harta dan enggan berjuang di jalan Allah.

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada Abu Dzar ra, “Wahai Abu Dzar, apakah banyaknya harta adalah kekayaan?” Aku menjawab, “Ya, benar, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kamu menganggap sedikitnya harta adalah kemiskinan?” Aku menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya kekayaan itu adalah kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati.” (HR An-Nasai, Ibnu Hibban, Thabrani).

Makna hakiki kekayaan dalam pandangan Rasulullah SAW adalah kekayaan jiwa. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dll).

Kemiskinan hati adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa memedulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis, mengurangi timbangan, mencuri, dan korupsi. Para sahabat adalah teladan orang-orang yang kaya jiwa. Mereka meletakkan harta di tangan bukan di hati. Mereka tidak ragu memberikan hartanya untuk jihad fi sabilillah. Pada saat pengiriman jaysul ‘usrah Umar bin Khattab ra memberikan separuh hartanya, Abu Bakar menginfakkan semua hartanya, demikian juga sahabat-sahabat yang lain.

Pemilik dunia adalah orang yang memiliki tiga kriteria; hidup tenteram dan aman di tengah masyarakatnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan cukup untuk sehari itu. (HR Tirmidzi).

Imam Syafi’i menegaskan, “Bila anda memiliki hati yang serba puas maka anda sejajar dengan pemilik semua isi dunia.” Agar memiliki kekayaan hakiki kita harus; Pertama, tidak melihat pada harta orang lain. (QS. Thaha: 131). Kedua, puas dengan pembagian rezeki dari Allah. “Puaslah dengan apa yang diberikan Allah kepadamu pasti kamu menjadi orang yang paling kaya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Baihaqi).

Bila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang maka dijadikanlah kekayaan jiwanya dan ketakwaannya berada di hatinya dan bila Allah menghendaki keburukan pada seseorang maka dijadikanlah kemiskinan itu berada di pelupuk matanya. (HR Ibnu Asakir dan Baihaqi).

Ketiga, melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal harta "karena hal demikian lebih layak dan tidak meremehkan nikmat Allah atas kamu.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi). Orang kaya hati akan bahagia di dunia dan akhirat.