Cara Belajar TOEFL

Kamis, 23 Februari 2012

Engkaulah Suami yang Aku Impikan

dakwatuna.com – Ketika engkau mencintaiku, engkau menghormatiku. Dan ketika engkau membenciku, engkau tidak mendzalimiku. (Dr. Ramdhan Hafidz)
Aku masih ingat saat malam pertama kita, saat itu engkau mengajakku shalat Isya’ berjamaah. Setelah berdoa engkau kecup keningku lalu berkata: “Dinda, aku ingin engkau menjadi pendampingku Dunia-Akhirat”. Mendengar ucapan itu, akupun menangis terharu. Malam itu engkau menjadi sosok seperti sayyidina Ali yang bersujud semalam suntuk karena bersyukur mendapatkan sosok istri seperti Siti Fatimah. Apakah begitu berharganya aku bagimu sehingga engkau mensyukuri kebersamaan kita? Malam itu, aku tidak bisa mengungkapkan rasa syukurku ini dengan ucapan. Aku hanya bisa mengikutimu, bersujud di atas hamparan sajadah. Tanpa bisa aku bendung, air mata ini tiada hentinya mengalir karena mensyukuri anugerah Allah yang diberikan padaku dalam bentuk dirimu. Akupun berikrar, aku ingin menjadi sosok seperti Siti Fatimah, dan aku akan berusaha menjadi istri sebagaimana yang engkau impikan.
Dan ternyata sujud itu bukan hanya di saat malam pertama, setiap kali aku terbangun pada akhir sepertiga malam, ku lihat engkau sedang bersujud dengan penuh kekhusu’an. Aku kadang iri dengan keshalihanmu, engkau terlena dalam sujudmu sedang aku berbaring di atas kasur yang empuk dengan sejuta mimpi. Kenapa engkau tidak membangunkan aku? Padahal aku ingin bermakmum padamu agar kelak aku tetap menjadi istrimu di surga. Aku hanya merasakan kecupan hangat melengkapi tidur malamku saat engkau terbangun untuk melakukan shalat malam. Apakah kecupan itu sebagai isyarat agar aku terbangun dari tidurku dan melaksanakan shalat berjamaah bersamamu? Atau karena engkau tidak tega membangunkan aku saat engkau melihat begitu pulasnya aku dalam tidurku? Aku yakin, dengan ketaatanmu pada agama, engkau akan membahagiakanku dunia-akhirat. Tidakkah agama kita mengajarkan bagaimana suami harus menyayangi istri, membuatnya bahagia, melindungi dan membuatnya tersenyum. Dan sebaliknya, istri harus berbakti, melayani dan membuat suaminya terpesona padanya.
Aku tidak peduli siapakah engkau, miskin dan kaya tidak ada bedanya bagiku. Aku hanya tertarik pada sosokmu yang bersahaja dan sederhana. Raut wajahmu yang penuh dengan keikhlasan membuatku ingin selalu menatapnya. Lembutnya sifatmu membuatku yakin bahwa engkau adalah suami yang bisa menerima segala pemberian Tuhan dan akan menyayangiku apa adanya. Aku tidak peduli dengan rumah mungil dan sederhana yang engkau persembahkan untuk kita tempati bersama. Rumah yang hanya terdiri dari ruang tamu, kamar kita, dan satu ruangan yang berisi buku-buku terutama buku agama. Namun dari rumah yang mungil ini, aku melihat taman surgawi menjelma di sini. Aku yakin engkau adalah sosok suami yang tekun belajar dan memahami agama, dan dengan bekal ini aku yakin engkau bisa membimbingku untuk meraih surga ilahi. Sebagaimana agama kita telah mengisyaratkan bahwa, barang siapa berjalan dijalan ilmu, maka Allah akan mempermudah jalan menuju ke surga.
Saat kulihat engkau begitu berbakti kepada kedua orang tuamu dan senang menjalin silaturahim, aku yakin engkau akan berlaku baik pada anak-istrimu. Aku lihat engkau jarang sekali berbicara, tapi masya Allah kalau sedang bekerja, engkau menjadi sosok yang tekun dan ulet. Dan dari cara tutur katamu, aku mendengar kata-kata mutiara yang penuh hikmah, sehingga yang tergambar dalam pikiranku adalah sosok Lukmanul Hakim, sosok suami dan ayah yang selalu mendidik keluarganya, mengajarkan anaknya untuk tidak menyekutukan Allah.
Sungguh aku bangga mempunyai suami sepertimu melebihi kebanggaanmu padaku. Aku lebih membutuhkanmu jauh melebihi kebutuhanmu padaku. Terima kasih suamiku, karena engkau telah membimbingku…

Senin, 13 Februari 2012

Dakwah Itu Cinta

Oleh Lolli Adriani
Dakwah itu cinta. Benarkah? Sungguh indah kalimat ini terdengar di telingaku. Cinta yang bagaimana? Apakah cinta seperti pecinta memuja idaman hati mereka?
Kucoba resapi maknanya. Mengingat-ingat memori, sudah pernahkah aku berdakwah selama ini? Wah, pastinya sudah, walaupun kadang dalam hal yang sangat kecil.
Tunggu, tunggu, sepertinya benakku mengingat sesuatu.
Aku ingat ketika makan di kafe pada siang hari dengan para sahabatku. Ketika azan zuhur terdengar dari mesjid di dekat situ, kebanyakan mereka tidak mendengarkan. Dan aku pun dengan lembut mengingatkan,”Sst..lagi azan tuh. Dengerin bentar yuk”
Juga, aku ingat ketika sahabatku mendapatkan masalah yang begitu berat, hingga air matanya tak henti mengalir. Dan berulang kali juga aku menepuk pundaknya, merengkuh bahunya dalam pelukan, sambil membisikkan kalimat “Istigfar, istigfar ya..Insya Allah, sesudah kesulitan ada kemudahan..”
Atau juga ketika aku duduk melingkar di sebuah halaqah, mendengarkan murabbiku yang bersemangat merangkai kata, menyampaikan ayat-ayat Allah dengan antusiasnya, hingga butiran keringatnya mengalir di pelipis.
Sahabat, pernahkah kau mengalaminya seperti yang kualami?
Ternyata benar, dakwah itu adalah cinta. Kecintaan kita akan islam, sehingga kita akan selalu berusaha menyampaikan ajaran agama yang indah ini.
Ternyata benar, dakwah itu adalah cinta,. Kecintaan akan kebaikan-kebaikan, hingga kita akan selalu menebar benih-benih kebaikan di muka bumi.
Dakwah itu cinta, dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Mari berdakwah, sahabat, walaupun cuma satu ayat.
Demi cinta kita akan Islam, demi menebarkan benih kebaikan di bumi Allah ini.

Persimpangan Jalan

Oleh Kinkin Mirajul Muttaqien
Peluit itu senantiasa tergantung di lehernya, tangannya yang cekatan ta henti-hentinya bekerja sambil peluit tertempel di bibirnya. Berkali-kali peluit itu ditiupnya, bahkan dalam hitungan detik entah berapa kali peluit itu ia bunyikan. Aktifitas itu ia lakukan tiap hari, tak kenallelah biar pun cuaca panas atau hujan ia begitu setia dengan peluit nya itu.
Itu tentunya bukan peluit yang biasa di pegang wasit dalam sebuah pertandingan, di mana wasit membunyikannya hanya saat memulai pertandingan, ketika terjadi pelanggaran dan tentunya ketika mengakhiri sebuah pertandingan. Hal itu sudah lazim di lakukan setiap wasit dalam pertandingan apapun. Yang menjadi unik sekali lagi peluit itu bukan milik seorang wasit atau pun hakim dalam sebuah pertandingan, akan tetapi peluti itu adalah milik ia yang sehari-harinya berada di persimpangan jalan.
Persimpangan di mana banyak kendaraan baik roda dua atau pun roda empat melintas memutari persimpangan jalan. Altifitasnya dalam mengatur laju kendaraan cukup membuat jalanan menjadi lancer, bahkan kehadirannya sangat menolong para pengendara baik mobil atau pun sepeda motor.
Kehadirannya meski tak diundang tapi cukup membantu untuk memperlancar aktifitas para pengemudi, terutama para sopir yang terkadang terjebak kemacetan dan sulit untuk keluar dari kemacetan itu, apalagi dalam situasi padat kendaraan. Bayangkan di pagi hari saat para pengemudi baik itu sopir pribadi ataupun sopir umum mengejar waktu untuk ke kantor ataupun mengejar setoran.
Ia bekerja begitu enjoy padahal yang ia dapatkan hanya sekedar uang recehan, bahkan tidak jarang jasanya tersebut tidak dibayar (Baca: tidak mendapat imbalan) dari para pengemudi. Tetapi ia begitu sigap dan sepertinya tidak peduli apakah ia mendapatkan uang recehan dari para pengemudi atau pun tidak, yang terlintas dalam benaknya bagaimana laju kendaraan menjadi lancar sehingga kemacetan pun bisa dihindarkan.
Padahal bayangkan jika seandainya Anda sedang mengemudikan kendaraan dan kebetulan di sebuah persimpangan Anda harus memutar, sementara kendaraan dari arah lain begitu padat. Ini sudah pasti menyebabkan kemacetan, karena terkadang para pengemudi satu sama lain tidak mau saling mengalah, akhirnya masing-masing merasa bahwa saya harus duluan dari yang lain. Hal ini lah yang menyebabkan jalanan menjadi macet.
Dengan kehadiran sosok di persimpangan jalan yang mengatur laju kendaraan maka hal itu bisa dihindari. Bahkan boleh jadi kehadirannya telah ikut serta dalam mengurangi resiko kecelakaan, karena di jalur seperti itu sering terjadi kecelakaan akibat padatnya arus kendaraan. Tapi sayangnya terkadang jasa mereka sering disepelekan, padahal saya melihat bahwa sesungguhnya mereka itu sosok-sosok manusia yang banyak jasa. Terlepas bagaimana keseharian mereka, kehadirannya sangat memberikan andil yang cukup besar bagi setiap pengendara.
Mungkin hasil yang mereka dapat tidak seberapa, tapi jasa mereka begitu besar. Bahkan lembaran rupiah yang mereka kumpulkan mungkin lebih bernilai barokah dibanding lembaran-lembaran rupiah yang dikumpulkan sebagian orang dari hasil yang kotor, bahkan tidak jarang dari hasil memakan hak orang lain yang sesungguhnya tidak berhak buat mereka.
Tapi itulah kenyataan di negeri kita, mereka yang bekerja keras peras keringat banting tulang untuk menghidupi diri dan keluargnya dengan jalan yang halal, terkadang disepelekan. Sebaliknya mereka yang bekerja hanya ongkang kaki di belakang meja, bahkan tak jarang memakan dan mengambil hak orang lain malah begitu disanjung.
Mungkin sudah saatnya kita banyak introspeksi diri dan istighfar menghadapi kenyataan ini, karena semua ini sudah menjadi rahasia umum. Sementara itu, kita pun harus terus berusaha untuk memperbaiki nasib diri dengan jalan yang baik dan benar. Sehingga sedikit rezeki yang kita dapatkan menjadi barokah dan bernilai di sisi-Nya. Bukannya menghalalkan segala cara sehingga Allah menjadi murka pada kita. Bukankah rezeki kita sudah di atur oleh Allah, dan kita hanya wajib berusaha sesuai kemampuan kita. Kita jangan khawatir dengan rezeki dari Allah, karena Allah tidak akan menyalahi janji-Nya.
Selama kita berusaha dan masih bisa bernafas, maka Allah akan menyediakan sebagian kekayaan-Nya bagi kita. Kita seharusnya malu pada burung yang tiap pagi terbang mencari makan untuk anaknya, sementara kita hanya mengandalkan nasib tanpa mau berusaha. Jadi apapun profesi kita yang penting halal, maka kita jangan merasa gengsi atau pun malu. Dan tentunya apapun profesi yang dijalani oleh orang lain, tentunya kita tidak mesti memandangnya sebagais esuatu yang negatif, seperti halnya profesi mereka yang berada di persimpangan jalan…
Wallahu’alam


Jangan Sedih

Jangan sedih jika kamu belum bisa mengunjungi tempat yang kamu impikan di seluruh dunia atau di Indonesia, karena bisa jadi karya mu bisa menembus dunia yang belum kamu singgahi.
Jangan sedih jika pakaianmu bukanlah model terbaru atau termahal, karena yang Allah lihat bukanlah model tapi bagaimana sempurnanya seorang hamba dalam menjaga auratnya dari orang-orang yang tak pantas menatapnya.
Jangan sedih ketika kamu belum bisa memakan makanan yang kata orang-orang enak dan mewah, bisa jadi makanan yang kamu nikmati saat ini lebih berkah dan bernilai. Serta bisa belajar bersyukur bahwa kamu masih bisa menemukan makanan hari ini di banding mereka-mereka yang kurang beruntung.
Jangan sedih jika barang-barang yang kamu miliki saat ini tidak ada merk, bisa jadi barang-barang yang kamu miliki jauh lebih bermanfaat dan di beli berdasarkan kebutuhan bukan keinginan semata.
Jangan sedih jika kamu sering menemui hal-hal buruk dalam hidupmu, jadikan saja itu semua sarana mendulang hikmah dan mendekatkan dirimu pada Sang Maha Pencipta serta sarana peningkatan derajat dirimu sebagai hamba.
Jangan sedih jika kini kamu tidak memiliki kawan-kawan yang banyak, karena kawan terbaik yang kamu bawa pada saat akhir nanti adalah amal terbaikmu. Dan dengan sedikitnya kawan yang kamu miliki bisa membuat kamu tidak bergantung kepada mereka tapi hanya kepada Allah.
Jangan sedih jika kamu merasa banyak sekali kekurangan yang kamu miliki, yakinlah dan coba korek perlahan potensi yang kamu miliki. Mulailah dengan meneliti apa kesukaanmu, bisa jadi hal tersebut adalah sesuatu yang tidak semua orang mampu lakukan dan tersenyumlah, karena kamu tahu apa kelebihannmu.
Jangan sedih jika kamu tidak bisa dengan mudah mendapatkan barang-barang yang kamu inginkan, itu berarti Allah telah memberikan rasa sayangnya kepadamu sehingga kamu akan lebih mensyukuri apa yang kamu dapatkan dengan susah payah. Dan kamu bukan merupakan hamba hawa nafsu.
Jangan sedih jika saat ini kamu masih sendiri belum menemukan jodohmu padahal kamu telah berusaha. Nikmati saja hobimu saat ini yang belum tentu bisa kamu nikmati ketika nanti menikah, nikmati saja untuk mendulang ilmu serta mendekatkan diri kepada Allah.
Jangan sedih jika kamu yang telah menikah belum juga di karuniai momongan meskipun telah lama menikah. Bisa jadi Allah sedang memberikan ujian peningkatan iman lewat proses kesabaran dan pembelajaran. Bila nanti kamu telah di beri amanah oleh Allah, maka akan jauh lebih siap dan baik untuk mendidiknya.
Jangan sedih jika saat ini kamu merasa bukan siapa-siapa, tidak apa-apa. Jika yang kamu maksud adalah bukan siapa-siapa di dunia ini. Tapi jadilah siapa-siapa yang kelak makhluk langit akan membanggakanmu di akhirat kelak.
Jangan sedih jika kamu merasa di abaikan makhluk bumi dan merasa terasing. Karena sebaik-baik pendengar adalah Allah. Dan akhirat hanya untuk orang yang asing. Asing dengan dunia. Karena dunia adalah persinggahan sementara sedang kampung keabadian adalah akhirat.
Jangan sedih, Jangan sedih, Jangan sedih... Karena Allah bersama kita.. Karena kita adalah pemenang !!

Sabtu, 04 Februari 2012

Mencintai adalah Keputusan


“Sebab cinta adalah kata lain dari memberi … sebab memberi adalah pekerjaan… sebab pekerjaan cinta dalam siklus memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi itu berat… sebab pekerjaan itu harus ditunaikan dalam waktu lama… sebab pekerjaan dalam waktu lama hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian yang kuat dan tangguh… maka setiap orang hendaklah berhati-hati saat mengatakan, “Aku mencintaimu.” Kepada siapa pun!”


Sebuah rangkaian kata dari Anis Matta ini sungguh sangat menyentak dan seakan ada sesuatu yang sedang berperang di dalam Hati ini.


Memang benar bahwa ‘Mencintai itu sebuah Keputusan’. Sebab itu adalah keputusan besar. Ada taruhan kepribadian di situ, “Aku mencintaimu,” adalah ungkapan lain dari, “Aku akan memberimu sesuatu“ dan ini juga ungkapan lain dari “Aku akan memperhatikan dirimu dan semua situasimu untuk mengetahui apa yang kamu butuhkan untuk tumbuh menjadi lebih baik dan bahagia… aku akan memfasilitasi dirimu agar bisa tumbuh semaksimal mungkin… aku akan selalu ada untukmu… aku akan melindungi dirimu dari segala sesuatu yang dapat merusak dirimu… aku akan selalu membuatmu tersenyum indah… aku akan … aku akan… aku akan… dan aku akan…“ Jiwa dan raga ini sepenuhnya akan melakukan yang terbaik untuk dirimu dan kelak akan berjuang demi mendapatkan cinta dari Yang Memberi cinta kepada kita.


Keputusan untuk mencintai seseorang, taruhannya adalah kepercayaan orang yang kita cintai terhadap integritas kepribadian kita. Sekali kamu mengatakan “Aku mencintaimu!” kamu harus membuktikan ucapanmu itu. Itu adalah sebuah ungkapan jiwa bukan saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi terutama tentang kemampuan kesiapan untuk memberi dan kesiapan untuk berkorban dan kesiapan untuk melakukan pekerjaan cinta: Memperhatikan, Merawat dan Melindungi.


Segala sesuatu tentang cinta pasti akan berujung pada pengorbanan apa yang akan kita berikan kepadanya. Namun terkadang ketika kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya. Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain tidak mencintai kita.


Mencintai adalah anugerah yang sungguh luar biasa. Kita tidak dapat hidup tanpa cinta. Matahari memberi sinar ke Bumi, itu adalah bukti nyata tentang cinta yang abadi. Jika Bumi kedinginan maka Matahari akan selalu memberi kehangatan di seluruh bagian-bagian Bumi, jika Bumi kekurangan air maka Matahari akan memberikan cahaya yang lebih untuknya supaya sekumpulan tetesan air–air dapat turun dari langit. Sebab itu adalah keputusan Matahari untuk mencintai Bumi, maka dia akan selalu melakukan pekerjaan–pekerjaan cinta dengan sepenuh hati.


Aura kehidupan yang dihiasi cinta akan seindah Bunga Lili yang menggambarkan tentang lambang Cinta Sejati. Cinta Sejati hanya dimiliki oleh orang yang memiliki kepribadian yang kuat dan tangguh. Hanya Allah saja yang tahu apa kita memang pantas memiliki cinta sejati itu. Cinta sejati itu hanya pantas kita tujukan kepada Allah. Dan tak ada seorang makhluk apapun yang dapat menggantikan-Nya untuk mendapatkan cinta sejati kita.


Memang benar. Semua yang berkaitan tentang cinta adalah rahasia… tapi tak ada keraguan dari kata “Cinta”, bahkan Adam AS tak pernah ragu meminta kepada Allah untuk menciptakan Hawa untuk menemani hidupnya. Itulah cinta. Cinta adalah hal yang pasti, walau susah untuk didefinisikan. Tapi setiap orang di dunia ini pasti memiliki cinta. Sebab itu adalah fitrah.

Rabu, 01 Februari 2012

Jomblo Keren (Edisi Wanita)

Oleh Kiptiah
Kesendirian adalah saat-saat berharga di mana kita benar-benar mengasah ibadah, kemampuan, kepribadian dan pencarian ilmu yang sebaik-baiknya. Sebagai bekal tatkala kita melepas masa kesendirian.
Kesendirian mengajarkan kepada kita, betapa sulitnya medan kehidupan tanpa adanya pendamping. Kita punya keluarga dan kawan-kawan, tapi tidak selalu keluarga dan kawan bisa menemani kegiatan atau keperluan kita. Mendengar hal paling rahasia yang kita simpan. Tapi kesulitan, bukan menjadikan kita lemah dan mencari pegangan yang akan membantu kita guna menjalani kehidupan. Pegangan atau di sebut seseorang yang siap sedia untuk mengantar dan menolong kita namun belum ada ikrar yang menghalalkan hubungan tersebut. Itu hanya akan menjadikan kita makin bertambah lemah.
Kesendirian mengajarkan ketangguhan sebagai wanita, tatkala berbagai rasa menerpa. Kesedihan, kegelisahan, kerinduan, kebencian. Kita bingung menumpahkan segala rasa itu kepada siapa. Tapi jika kita berusaha untuk mendekati Allah secara perlahan, kita bisa mengandalkan Allah untuk itu. Serahkan segala keluh kesah, kelemahan dan rasa sayang kepada Allah. Allah menjadikan kita kuat. Mengandalkan Allah menjadikan kita bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Kita berpegang pada Yang Maha Kuat, yang semesta alam adalah ciptaanNya. Secara fisik, kita terlihat seorang diri. Berpanas-panasan berganti angkot kesana kemari karena berbagai agenda kegiatan. Berseliweran di antara para pasangan yang telah menikah. Keinginan untuk di perhatikan dan selalu di sayang, adalah lumrah bagi seorang wanita. Anggap saja semua adalah warna kehidupan kita, warna ujian yang semoga bisa menguatkan iman kita.
Sejatinya kesendirian adalah mengasah diri untuk bermentalkan kemandirian. Wujud kita mungkin sebagai kepompong, yang terlihat buruk dan tidak enak karena harus berada dalam ruang sempit. Bukan tanpa alasan Allah menciptakan itu semua. Hanya ingin menjadikan kita layaknya seekor kupu-kupu yang indah dan mampu terbang di alam bebas. Jika kulit kepompong di robek sengaja, bukan malah menolongnya dari himpitan tapi sebenarnya ada kelemahan yang menunggunya tatkala ia berwujud kupu-kupu. Sama dengan kita sebagai wanita, jika kita merasa tidak tahan dengan kesendirian kemudian kita berusaha mengakhiri kesendirian dengan jalan yang buruk (baca : pacaran), sebenarnya akan melemahkan diri kita sendiri. Kita akan terbiasa terlayani dengan baik, jika tidak di bantu kita akan merasa tidak di sayang. Perlahan hal tersebut bisa menjadi kebiasaan buruk.
Akan ada masanya ketika romantika kesendirian menjadi suatu hikmah yang sangat bermakna, suatu cerita yang akan kita rindukan tatkala pasangan telah hadir di samping kita.
Kesabaran kita, keteguhan kita tidak akan berakhir sia-sia. Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk hambaNya. InsyaAllah.
Allahua'lam

Jomblo Keren (Edisi Pria)

Oleh Kiptiah
Setelah beberapa waktu saya menulis tentang jomblo keren (edisi wanita), maka kali ini saya mengupas keuntungan atau beberapa hal mengenai pria yang tangguh dalam masa penantiannya menjemput si tulang rusuk.
Subhanallah, melihat ada pria-pria yang konsisten menjaga harga dirinya untuk tetap menjomblo hingga ia menikah. Jomblo bukan karena tidak laku atau terlalu pilih-pilih, mungkin ada beberapa hal yang belum bisa mewujudkan niatnya untuk mempersunting seorang wanita. Karena menjaga kesucian bukan hanya di wajibkan bagi seorang wanita tapi juga untuk pria.
Sebenarnya bagi pria yang jomblo, banyak sekali keuntungan yang didapat. Misalnya, ketika berpacaran ia harus banyak berkorban untuk wanita yang belum tentu menjadi istrinya kelak maka jika ia memilih jomblo hal tersebut bisa di hindarkan. Sangat lumrah jika berpacaran, pihak yang banyak berkorban secara materi adalah pria, harus antar jemput kesana kemari layaknya tukang ojek, menyia-nyiakan waktu dengan sang pacar dengan dalih untuk perkenalan pribadi padahal tak lain sedang menumpuk timbunan dosa. Sebuah kesia-siaan.

QS. Al Mu'minun, 1-3 :
"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) yang khusyu' dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna."

Bukan hanya itu, waktu yang di habiskan dengan sang pacar kadang lebih banyak di banding dengan orangtua, padahal pria walaupun telah menikah tetap bertanggung jawab terhadap orangtuanya. Beda dengan wanita, yang kepatuhan kepada orangtuanya terputus tatkala menikah. Maka saat jomblo bisa di gunakan untuk lebih mencurahkan kasih sayang kepada orangtua.
Karena seorang pria akan menjadi imam terhadap keluarga barunya kelak, maka saat jomblo bisa di manfaatkan untuk memperdalam ilmu agama guna persiapan menuju pernikahan kelak. Bukan menghabiskan waktu sia-sia dengan berpacaran. Juga, saat jomblo bisa di gunakan untuk persiapan materi untuk menghidupi keluarga barunya. Bukan malah menghambur-hamburkan uang untuk wanita yang belum tentu menjadi jodohnya.
Jangan merasa tidak pede ketika memilih jomblo sebelum menikah. Toh, kita sekarang berada pada jalur yang tepat. Justru mereka yang masih pacaran seharusnya malu, melanggar perintah Allah kok pede-pede saja.
Kita sebenarnya jauh lebih cerdas di banding mereka yang berpacaran. Kita bisa memanfaatkan waktu luang untuk menekuni hobi kita, melakukan hal-hal yang belum tentu bisa di lakukan ketika sudah menikah. Bukan tenggelam dalam problematika orang pacaran yang tidak jelas juntrungannya. Belum menikah saja sudah heboh dengan masalahnya, gimana jika sudah menikah.
Pacaran tidak menjamin kedua belah pihak saling mengenal pribadi masing-masing. Hanya kepalsuan yang terlihat, saling ingin terlihat baik.
Seorang pria sejati tidak akan menembak wanita untuk menjadi pacarnya. Kenapa ? karena hal itu menandakan seorang pria belum siap menerima tanggung jawab, hanya sekedar main-main saja. Jika memang dia pria sejati, dia akan langsung melamar wanita pilihannya untuk di jadikannya sebagai istri.
Serahkan saja kepada Allah masalah jodoh, biar Allah yang menunjukkan bagaimana ikhtiar yang harus kita lakukan. Karena petunjuk Allah adalah sebaik-baik jalan, maka ikutilah jalan itu. Meskipun terlihat asing dan menimbulkan kontroversi, abaikan saja. Kita benar di hadapan Allah. Selanjutnya pasrahkan jodoh yang terbaik untuk kita kepada Allah.
Tak perlu takut tidak kebagian jodoh, karena tiap kita di ciptakan berpasang-pasangan. Berprasangka baik saja kepada Allah untuk di berikan pendamping yang shalihah. Karena yang baik pasti akan mendapatkan yang baik. Itu janji Allah.
Allahua'lam